Rabu, 25 Juni 2008

Srandul

Srandul adalah sejenis kesenian yang dimainkan oleh para pria dengan di iringi alunan kendang, kenong, gong dan angklung. Pertunjukkan yang berdurasi kurang lebih delapan jam ini menceritakan tentang aktifitas keseharian masyarakat, mulai dari memetik buah sampai kepada proses mencari pasangan. Pertunjukkan ini menuntut para pemain untuk menguasai tarian dan syair-syair yang di lantunkan.

Para pelakon sambil mengitari sebuah obor melantunkan syair-syair disertai dengan gerakan tari khas. Uniknya pertunjukkan ini meskipun ada tokoh perempuan, tetapi tetap saja yang memerankan seorang pria dengan memakai atribut wanita. Alasannya karena seorang wanita tidak pantas menari dan nembang di hadapan orang yang bukan muhrimnya. Nilai ini sangat kental kaitannya dengan ajaran-ajaran Islam. Pemain perkusi tidak hanya menabuh dan memukul alat musik, tetapi juga melantunkan syair sebagai sahutan lantun dari para aktor yang di mainkan

Syair-syair yang dilantunkan juga menggambarkan rasa syukur masyarakat terhadap sang Pencipta atas limpahan rizqy yang diberikanNya. Hal ini tercermin dalam beberapa syair yang mengagungkan nam Alloh dan Rasulullah. Dalam setiap pertunjukkan kurang lebih ada 25 syair yang dilantunkan secara bergantian sesuai dengan lakon yang diperankan.

Kesenian yang sudah hampir 50 tahun ditelan zaman ini mulai dimainkan kembali oleh generasi ketiga di Jepitu, Gunung Kidul. Melalui pelaku-pelaku kesenian yang masih hidup, mereka menggali kembali tentang tekhnik serta syair-syair yang dilantunkan saat pertunjukkan.

Tembi, Bantul, Jogjakarta 22 Juni 2008 14.33 WIB


Bruang .

Senin, 09 Juni 2008

BENCANA ADALAH PEMBUNUHAN TERSTRUKTUR

“Bencana adalah pembunuhan terstruktur”. Mendengar kalimat ini semua orang pasti akan bertanya-tanya bahkan ada yang akan meneriaki sinting. Tapi lain halnya dengan orang yang paham dan mengerti tentang apa itu bencana, mengapa bencana bisa terjadi dan faktor-faktor apa yang menyebabkan terjadinya bencana. Mereka akan secara spontan mengamini kalimat tersebut.

Dalam ISDR bencana didefinisikan sebagai gangguan serius terhadap keberfungsian masyarakat sehingga menimbulkan korban jiwa, material dan maupun lingkungan yang melebihi kemampuan orang yang mengalami musibah untuk mengatasi dengan sumber daya yang tersedia. Persoalan bencana bukan hanya persoalan dampak, tetapi juga ada persoalan ancaman, kerentanan dan kemampuan yang ada. Ketika kemampuan masyarakat lebih tinggi untuk mereduksi ancaman, maka tidak akan terjadi bencana. Karena secara pribadi maupun kelompok mereka dapat mengatasinya dengan sumber daya yang ada, tanpa memerlukan bantuan dari pihak luar.

Rentetan kejadian bencana yang terjadi dalam lima tahun belakangan ini, lebih banyak didominasi oleh salah urus lingkungan dan “pembodohan” yang dilakukan oleh “oknum” demi terwujudnya kepentingan sepihak. Mulai dari banjir bandang, tanah longsor, kelaparan, kekeringan, sampai konflik sosial. Banjir tidak akan terjadi ketika tata ruang wilayahnya pro lingkungan, longsor tidak akan terjadi jika tata kelola lahannya juga pro lingkungan. Tata wilayah dan kelola lahan yang tidak pro terhadap lingkungan didasarkan atas kebijakan-kebijakan yang tidak pro lingkungan. Dan kebijakan yang tidak pro lingkungan didasarkan atas kepentingan dan keserakahan. Sehingga sunnatullah yang seharusnya menjadi berkah, malah menjadi masalah.

Para imam di negeri ini tahu betul dampak dari kebijakan yang mereka keluarkan. Dan mereka paham betul apa yang seharusnya dilakukan. Tapi mengapa tidak ada usaha serius dari mereka untuk mengeluarkan kebijakan yang dapat melindungi dan mensejahterakan rakyatnya.

Kronologis di atas sudah cukup untuk kita berpendapat bahwa bencana memang diciptakan. Dan ironisnya ketika bencana memang diciptakan, masyarakat “kebal bencana” tidak serta diciptakan. Ini mengapa ancaman yang ada dapat menjadi bencana dan menimbulkan risiko yang tinggi bagi masyarakat.

Kebijakan dan peningkatan kapisitas masyarakat dalam mereduksi risiko bencana menjadi kunci utama dalam pengelolaan bencana di Indonesia. Jika dua hal ini tidak terealisasikan dengan baik, maka korban akan terus bertambah dan kita dapat menyimpulkan bahwa kita memang di skenariokan untuk mati oleh bencana.


Kemandoran 4 Juni 2008 01:05 WIB

BruangBangor