Senin, 17 September 2007

PEMENUHAN KEBUTUHAN YANG INSYA ALLAH....

Belum lengkap para pembuat kebijakan di negara ini menyelesaikan perangkat hukum dalam penanggulangan bencana, bencana datang tanpa permisi silih berganti. Mulai dari ditetapkannya UU PB 24/2007 pada tanggal 30 mei, Indonesia di kejutkan dengan berbagai bencana mulai dari banjir dan longsor Morowali Sulawesi Tengah sampai Gempa berkekuatan 7,9 SR pada tanggal 12 September 2007 yang mengguncang Bengkulu dan sekitarnya.

Entah apalagi dalih pemerintah ketika masyarakat korban bencana tidak mendapatkan haknya sebagai warga negara. PP penanggulangan bencana yang berpihak kepada masyarakat harus segera diselesaikan, karena ini berimbas kepada hak masyarakat untuk mendapatkan kehidupan yang bermartabat. Standarisasi penanganannya pun segera mungkin ditetapkan.

Melihat bantuan yang diberikan alakadarnya kepada masyarakat terkena bencana membuat kita semua memegang kepala dan mengusap-usap dada.” Lha ko’ satu KK cm dapat satu sarden dan 2 bungkus indomie”. Standar penanganan model apa yang kita pakai? sementara itu stok beras di bulog begitu melimpahnya. Secara psikologis, hal ini membuat masyarakat korban menjadi makin terpukul. Harus ada sikap tegas bagi para pemangku kebijakan untuk bisa mendobrak gudang-gudang logistik di negara ini dengan satu alasan logis ”KEMANUSIAAN”. Hal ini penting dilakukan oleh pemerintah sesuai dengan mandat dari pembukaan UUD 1945 ”.......negara melindungi segenap rakyat dan tumpah darah....” .

Ingin tertawa rasanya ketika menghadiri sebuah workshop penanganan masyarakat korban bencana yang diinisiasi oleh sebuah lembaga pendidikan, disitu hadir para ”imam bencana”. seorang imam yang berinisial ” T ” tidak bisa menjawab sebuah persoalan kecil dalam pemenuhan kebutuhan masyarakat korban. Tamengnya selalu kata-kata sakti ”Insya Allah” . apakah cukup orang yang sedang kelaparan dan kedinginan karena harta bendanya telah habis di hantam banjir dan longsor di suguhkan dengan kata-kata insya Allah? Klo penanganan bencana dinegara ini masih menggunakan standar insya Allah, maka Insya Allah pula warga negara ini akan mendapatkan kehidupan yang bermartabat.

” Sesungguhnya Allah tidak akan merubah nasib suatu kaum, kalau kaum itu tidak merubahnya sendiri...... ” jelas sekali Allah menuntut kita untuk berusaha merubah, bukannya pasrah semata.

Mampang 18 September 2007, 04:43


Bangor

Tidak ada komentar: